Upah Buruh di NTT Masih Rendah, Kapolda Bentuk Desk Ketenagakerjaan

Ttibratanewsntt.com – Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Wilayah Nusa Tenggara Timur, Daud Mboeik, menyuarakan keprihatinan atas rendahnya upah pekerja di daerah tersebut. Menurut Daud, sebagian besar buruh di NTT hanya menerima gaji antara Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta per bulan, angka yang jauh dari standar hidup layak.

“Di Kota Kupang dan wilayah lainnya di NTT, masih banyak buruh yang digaji hanya Rp 500 ribu, dan yang paling tinggi pun hanya sekitar Rp 1,5 juta. Ini sering terjadi karena ulah pengusaha yang tak bertanggung jawab,” ujar Daud saat aksi Hari Buruh Internasional (May Day) dan audiensi dengan Kapolda NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, Kamis (1/5/2025).

Daud menegaskan, kondisi tersebut menjadi persoalan krusial bagi buruh di berbagai sektor, karena hanya sedikit perusahaan yang memberikan upah di atas Rp 2 juta. Ia mempertanyakan bagaimana buruh dapat memenuhi kebutuhan keluarganya jika penghasilannya tidak mencukupi bahkan untuk kebutuhan dasar.

“Dengan upah segitu, jangankan sekolah anak, beli makanan pun susah. Bahkan habis hanya untuk beli bensin,” tambahnya.

Menanggapi keluhan tersebut, Kapolda NTT Irjen Daniel Silitonga mengumumkan rencana pembentukan desk ketenagakerjaan di Polda sebagai bentuk komitmen dalam menyelesaikan berbagai permasalahan hubungan industrial, termasuk isu pemutusan hubungan kerja (PHK), union busting, serta pelanggaran hak buruh.

Kapolda menyebut inisiatif ini selaras dengan arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mendorong setiap daerah dengan isu ketenagakerjaan tinggi agar menjalin kolaborasi lintas sektor untuk mencari solusi.

“Desk ini nanti jadi tempat mediasi. Jika penyelesaian lewat bipartid, tripartid, atau pengawasan dari Disnaker tidak membuahkan hasil, maka bisa diselesaikan melalui forum ini,” jelas Daniel.

Baca Juga : Kekayaan Warisan Budaya Nusa Tenggara Timur

Lebih lanjut, Daniel menegaskan bahwa desk ketenagakerjaan bertujuan mempertemukan kepentingan antara buruh dan pengusaha agar tercipta kondisi kerja yang sehat dan produktif. Namun jika permasalahan tidak kunjung terselesaikan, barulah proses hukum ditempuh sebagai langkah akhir.

“Semua laporan yang masuk saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Kami minta siapa pun yang melapor menyertakan data dan bukti yang jelas, agar pokok masalah bisa ditangani secara adil dan akurat,” pungkasnya.